Majalah Xambuy

Seperti tahun-tahun lewat, ketika musim pilkada (pemilihan kepala daerah) mulai berhembus dan orang-orang mulai latah gegap gempita. Khususnya mereka yang bertekad menghabiskan sisa hidupnya bermain (cari rezeki) di ranah politik, baik menjadi politisi, timses kelas teri maupun kelas tuna, media massa mulai beranak pinak layaknya kecebong di musim hujan. Dan kecebong-kecebong itu, bisa ditebak, tumbuh sebagai kosmetik bagi tokoh-tokoh yang telah mengukuhkan diri akan unjuk gigi di pertarungan final pilkada nantinya.

Maka boleh dikatakan, penerbitan Majalah Xambuy–sebuah majalah mini atau kerap dikenal dengan fanzine–oleh Komunitas Kanot Bu di bawah lini penerbitan Tansopako Press–sebagai usaha menyambut kegegapgempitaan itu. Namun bukan untuk ikut-ikutan sembarangan yang latah berteriak si ini layak atau si itu busuk, Majalah Xambuy didesain sebagai warna lain atas geliat media massa yang terus bermunculan di sana-sini.

Xambuy bukan majalah politik. Ia hanya berafiliasi kepada geliat seni yang digerakkan oleh segala unsur masyarakat di Aceh, khususnya Banda Aceh. Dan seni, seperti disebut-sebut para tokoh, tidak harus melulu bicara soal keindahan. Semisal bagaimana menerjemahkan manisnya sungging senyum ibu walikota dalam sebait puisi, tapi juga bisa mengungkit perihal seumpama kenapa perbuatan mesum seorang teungku haji tidak pernah diganjar dengan jerat hukum pelanggaran syariah.

Nyanban!

Di cetak oleh sebuah unit Usaha Dagang Kanaprint Tantinta, majalah kecil ini terbagi dalam delapan halaman yang memuat beberapa konten tulisan hasil karya kontributor yang punya minat di dunia tulis-baca. Untuk edisi pertama, begitu juga untuk edisi-edisi selanjutnya, Xambuy tersedia dalam edisi cetak dan elektronik dalam file PDF. Bagi yang berkenan, bisa unduh di sini.